Andhika Surya Gumilar Ajak Generasi Muda Refleksikan Peristiwa 12 Mei 1998 sebagai Titik Balik Perjuangan Reformasi

Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Komisi V, Andhika Surya Gumilar,
Pada 21 Mei 1998, hanya sembilan hari setelah tragedi Trisakti, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya setelah menjabat selama lebih dari tiga dekade. Inilah tonggak awal era Reformasi di Indonesia.
Andhika Surya Gumilar mengatakan bahwa setelah 27 tahun berlalu, semangat Reformasi harus tetap dijaga dan diwariskan kepada generasi muda.
Ia mengingatkan bahwa tantangan zaman saat ini bukan lagi rezim otoriter, melainkan praktik-praktik antidemokrasi yang terselubung dan godaan pragmatisme politik.
“Kita memang hidup dalam sistem demokrasi hari ini, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa demokrasi bisa tergerus jika rakyatnya apatis dan tidak peduli. Inilah tugas kita bersama untuk terus menjaga dan merawat demokrasi dengan kritis, cerdas, dan berani,” katanya.
Ia juga menyayangkan apabila generasi muda hari ini hanya mengenang Reformasi sebatas upacara seremonial tanpa menggali nilai perjuangan yang sesungguhnya.
“Jangan sampai semangat reformasi hanya menjadi slogan. Ini harus menjadi energi kolektif bagi anak muda untuk terus menyuarakan keadilan sosial, menolak korupsi, dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Andhika menilai pentingnya pendidikan politik sejak dini agar generasi muda tidak menjadi apatis terhadap isu-isu kebangsaan.
Ia menyebut, penguatan pendidikan karakter dan politik bisa dilakukan melalui ruang diskusi, literasi digital yang sehat, dan partisipasi aktif dalam kegiatan sosial maupun kemasyarakatan.
“Sudah saatnya mahasiswa kembali ke khitahnya sebagai agen perubahan. Apalagi sekarang akses informasi terbuka lebar. Generasi muda harus cerdas dalam menyaring informasi dan tegas dalam bersikap terhadap ketidakadilan,” ujarnya.
Ia juga mendorong kampus-kampus untuk kembali membuka ruang-ruang dialog kebangsaan yang konstruktif, tempat mahasiswa bisa membangun gagasan dan menyampaikan aspirasi dengan bebas dan bertanggung jawab.
Menutup refleksinya, Andhika Surya Gumilar berharap agar Indonesia ke depan tidak hanya memiliki demokrasi secara prosedural, tetapi juga demokrasi yang substantif—yakni yang mampu menjamin hak-hak rakyat, menegakkan hukum secara adil, dan menghadirkan kesejahteraan yang merata.
“Demokrasi kita harus terus tumbuh dan matang. Jangan puas hanya karena bisa mencoblos lima tahun sekali, tapi kita harus pastikan bahwa suara rakyat benar-benar didengar, diwakili, dan diwujudkan dalam kebijakan,” tutupnya.
Andhika juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menjadikan peringatan 12 Mei setiap tahunnya sebagai momentum introspeksi bersama: sejauh mana semangat reformasi masih hidup dalam praktik bernegara kita hari ini.
Peringatan 12 Mei bukan sekadar mengenang tragedi, tetapi juga memastikan perjuangan mereka tidak sia-sia. Bahwa cita-cita mereka untuk Indonesia yang lebih demokratis, adil, dan manusiawi terus diperjuangkan oleh generasi hari ini dan yang akan datang.(hdi)