Peraturan Negara di Ubah Demi Kaesang Bisa Nyaleg?

Peraturan Negara di Ubah Demi Kesang Bisa Nyaleg?
PASUNDAN EKSPRES- Baru-baru ini, terjadi perdebatan hangat di kalangan netizen dan masyarakat Indonesia terkait perubahan peraturan negara yang memungkinkan Kaesang, putra Presiden Joko Widodo, untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Jakarta.
Topik ini memicu kontroversi karena terkesan ada unsur nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan dalam perubahan regulasi tersebut.
Kaesang, yang saat ini berusia 29 tahun, berniat mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Jakarta.
Namun, sesuai dengan peraturan yang berlaku, syarat usia minimal untuk calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun.
BACA JUGA: Ini Link dan Cara Cek Pengumuman Hasil UTBK SNBT 2025, Apakah Ada Namamu Disini?
Artinya, secara aturan, Kaesang belum memenuhi syarat untuk maju dalam pemilihan tersebut.
Dalam sebuah langkah yang mengejutkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk mencabut batasan usia calon kepala daerah.
Dengan adanya perubahan ini, Kesang akan memenuhi syarat untuk mencalonkan diri.
Perubahan aturan ini terjadi secara tiba-tiba dan kebetulan tepat saat anak presiden hendak mencalonkan diri, menimbulkan berbagai spekulasi dan dugaan dari masyarakat.
Kasus Kaesang ini mengingatkan masyarakat pada situasi serupa yang terjadi sebelumnya dengan Gibran Rakabuming, kakak dari Kaesang.
Saat Gibran mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden, syarat usia minimal adalah 40 tahun, sementara Gibran saat itu baru berusia 36 tahun.
Secara mengejutkan, peraturan diubah, memungkinkan Gibran untuk ikut dalam kontestasi politik tersebut.
Ini adalah kedua kalinya terjadi perubahan peraturan yang diduga demi keuntungan anak presiden, memicu rasa deja vu di kalangan publik.
Perubahan peraturan yang terkesan mendadak dan demi kepentingan pribadi keluarga presiden ini menimbulkan berbagai reaksi dari netizen.
Banyak yang berkomentar sinis dengan mengatakan bahwa negara ini tampak seperti milik keluarga presiden, di mana peraturan dapat diubah sesuai kebutuhan mereka.
Kritikan dan komentar pedas membanjiri media sosial, mencerminkan ketidakpuasan dan kecurigaan masyarakat terhadap tindakan pemerintah.
Perubahan peraturan yang seolah-olah hanya menguntungkan pihak tertentu dapat merusak kepercayaan publik terhadap integritas pemerintahan dan proses demokrasi.