Andhika Surya Gumilar Ajak Generasi Muda Refleksikan Peristiwa 12 Mei 1998 sebagai Titik Balik Perjuangan Reformasi

Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Komisi V, Andhika Surya Gumilar,
BANDUNG–Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Komisi V, Andhika Surya Gumilar, mengajak seluruh masyarakat, khususnya generasi muda, untuk merenungkan kembali momentum bersejarah dalam perjalanan demokrasi Indonesia: Peristiwa 12 Mei 1998.
Menurut Andhika, tanggal tersebut bukan sekadar tanggal dalam catatan sejarah, melainkan simbol perjuangan, pengorbanan, dan keberanian para mahasiswa dalam mendesak perubahan terhadap sistem pemerintahan yang selama 32 tahun dijalankan dengan penuh otoritarianisme.
“Peristiwa 12 Mei 1998 adalah bagian penting dari sejarah bangsa kita. Kita tidak boleh lupa bahwa perubahan besar dalam sistem pemerintahan dan tatanan demokrasi kita hari ini tidak datang secara tiba-tiba, melainkan melalui perjuangan, air mata, dan nyawa yang dikorbankan oleh para mahasiswa, terutama mereka yang gugur di Trisakti,” ujar Andhika dalam keterangannya di Bandung, Selasa (13/5/2025).
Peristiwa yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kekuasaan diawali oleh krisis moneter yang melanda Asia Tenggara pada pertengahan tahun 1997.
BACA JUGA: Ini Link dan Cara Cek Pengumuman Hasil UTBK SNBT 2025, Apakah Ada Namamu Disini?
Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak paling parah. Nilai tukar rupiah anjlok drastis, inflasi meroket, dan harga-harga kebutuhan pokok melonjak tajam.
“Situasi ekonomi memburuk dengan sangat cepat. Krisis ini kemudian berkembang menjadi krisis multidimensi—ekonomi, sosial, hingga politik,” kata Andhika.
Krisis ini membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah Orde Baru.
Ketimpangan sosial, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang merajalela semakin menambah ketegangan. Mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh Indonesia turun ke jalan, membawa semangat perubahan dan menyuarakan tuntutan reformasi di berbagai sektor.
Andhika menekankan bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa, mahasiswa selalu menjadi motor penggerak perubahan. Seperti yang terjadi pada masa penjajahan, peristiwa Malari 1974, hingga Reformasi 1998, mahasiswa menunjukkan keberanian luar biasa dalam menyuarakan aspirasi rakyat.
“Mahasiswa adalah penjaga nurani bangsa. Di saat suara rakyat dibungkam, mahasiswa mengambil peran sebagai corong kebenaran. Mereka tidak takut berhadapan dengan aparat. Mereka hanya ingin Indonesia yang lebih adil dan demokratis,” lanjutnya.
Tanggal 12 Mei 1998 menjadi puncak dari ketegangan itu. Ribuan mahasiswa Universitas Trisakti melakukan aksi demonstrasi damai di kampus mereka di Jakarta Barat.
Mereka menuntut Presiden Soeharto untuk mundur dan meminta perubahan sistem pemerintahan yang lebih demokratis. Namun, aksi damai tersebut berakhir tragis.
Dalam aksi demonstrasi tersebut, aparat keamanan menembaki mahasiswa yang sedang melakukan aksi damai. Empat mahasiswa Universitas Trisakti gugur akibat tembakan peluru tajam: Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidhin Royan, dan Hendriawan Sie.
Kematian mereka menyulut gelombang protes dan amarah di seluruh penjuru negeri.
Demonstrasi makin membesar, mahasiswa dari berbagai kota datang ke Jakarta dan menduduki gedung DPR/MPR.
“Darah para pahlawan reformasi itu menjadi pemicu lahirnya semangat perubahan yang tidak bisa dihentikan. Mereka adalah martir bagi demokrasi Indonesia,” tegas Andhika.