Oleh:
Rizki Rizaldi
Guru SDN Ekologi Kahuripan Padjadjaran Purwakarta
Potret Buram Pendidikan
Tepat di hari yang kita peringati sebagai Hari Pendidikan Nasional, sebuah ironi menggelayuti benak kita. Alih-alih merayakan kemajuan dan pencerahan, kita justru dihadapkan pada kenyataan pahit tentang degradasi karakter yang kian menggerogoti generasi penerus bangsa. Nilai-nilai luhur, sopan santun, dan rasa hormat seolah tergerus arus modernisasi yang tak terkendali. Kita menyaksikan bagaimana perilaku menyimpang, intoleransi, dan ketidakpedulian sosial mulai mewarnai keseharian anak-anak kita.
Lebih jauh lagi, potret buram pendidikan bangsa semakin diperparah dengan kondisi alam yang memprihatinkan. Kerusakan lingkungan, mulai dari deforestasi hingga polusi yang merajalela, menjadi saksi bisu betapa rapuhnya kesadaran ekologis dalam diri sebagian besar masyarakat, termasuk generasi muda. Eksploitasi sumber daya alam yang serampangan, tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi keberlangsungan hidup di masa depan, seolah menjadi cerminan kegagalan kita dalam menanamkan rasa cinta dan tanggung jawab terhadap lingkungan.
Menyaksikan dua permasalahan krusial ini, kita tidak bisa lagi berdiam diri dan berpangku tangan. Diperlukan sebuah refleksi mendalam dan upaya sungguh-sungguh untuk mencari alternatif solusi yang komprehensif dan berkelanjutan. Pendekatan konvensional yang selama ini kita anut tampaknya belum mampu membendung arus degradasi karakter dan kerusakan lingkungan. Kita membutuhkan terobosan pemikiran dan tindakan yang lebih inovatif dan adaptif terhadap tantangan zaman.
Oase Solusi untuk Karakter dan Lingkungan
Dalam konteks inilah, gagasan tentang pendidikan berbasis ekologi muncul sebagai sebuah oase di tengah gurun permasalahan. Pendidikan yang tidak hanya fokus pada aspek kognitif semata, namun juga menanamkan pemahaman mendalam tentang keterkaitan antara manusia dan alam. Melalui pendidikan berbasis ekologi, anak-anak diajak untuk memahami siklus alam, menghargai keanekaragaman hayati, dan menyadari dampak setiap tindakan mereka terhadap lingkungan.
Lebih jauh lagi, pendidikan berbasis ekologi melampaui aspek kognitif dan keterampilan praktis. Ia secara inheren menanamkan nilai-nilai karakter yang kuat. Melalui interaksi dengan alam, siswa belajar tentang kesabaran, ketekunan, kehati-hatian, dan rasa hormat terhadap makhluk hidup lainnya. Rasa hormat terhadap alam akan bertransformasi menjadi rasa hormat terhadap sesama dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya. Mereka mengembangkan empati dan kepedulian terhadap lingkungan serta menyadari bahwa tindakan individu memiliki dampak yang lebih besar pada ekosistem secara keseluruhan. Kesadaran akan saling ketergantungan dalam ekosistem juga menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial dan kolaborasi.
Pendidikan berbasis ekologi juga mendorong pengembangan pemikiran kritis dan kemampuan problem-solving. Siswa diajak untuk menganalisis isu-isu lingkungan yang kompleks, mencari solusi inovatif, dan mengambil tindakan nyata. Proses pembelajaran ini melatih mereka untuk berpikir sistemik, melihat hubungan sebab-akibat, dan membuat keputusan yang bertanggung jawab demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan bersama. Dengan demikian, pendidikan berbasis ekologi tidak hanya mencetak individu yang peduli lingkungan, tetapi juga warga negara yang aktif, kreatif, dan berintegritas.
Mengintegrasikan Pendidikan Ekologi dalam Praktik Pembelajaran
Menariknya, visi pendidikan berbasis ekologi ini sejalan dengan konsep pembelajaran mendalam atau deep learning yang tengah diproyeksikan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah di bawah kepemimpinan Prof Abdul Mu'ti. Deep learning menekankan pada pemahaman konsep yang mendalam, kemampuan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Pendidikan berbasis ekologi secara inheren memfasilitasi proses deep learning melalui pengalaman belajar yang kontekstual, interaktif, dan relevan dengan kehidupan nyata.
Bayangkan, melalui pendidikan berbasis ekologi, siswa tidak hanya menghafal teori tentang lingkungan, tetapi juga terlibat langsung dalam kegiatan pelestarian alam di sekitar mereka. Mereka belajar tentang pentingnya daur ulang melalui praktik langsung, memahami dampak polusi melalui observasi lapangan, dan menumbuhkan rasa cinta terhadap keanekaragaman hayati melalui kegiatan berkebun atau menjelajahi alam. Pengalaman belajar yang mendalam ini akan membentuk pemahaman yang lebih kokoh dan menginternalisasi nilai-nilai pelestarian lingkungan serta karakter yang kuat.
Oleh karena itu, di Hari Pendidikan Nasional ini, mari kita jadikan momentum ini sebagai titik awal untuk mengarusutamakan pendidikan berbasis ekologi sebagai solusi integratif atas permasalahan degradasi karakter dan kerusakan lingkungan. Sinergi antara pendidikan berbasis ekologi dan implementasi deep learning diharapkan mampu melahirkan generasi emas Indonesia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter mulia dan kesadaran ekologis yang tinggi. Inilah saatnya kita bertindak nyata demi masa depan bangsa dan bumi yang kita cintai.(*)