Headline

Komunitas Sepeda Kabut Salju, Bukan Hanya Sekedar Berkeringat dan Membakar Kalori

Komunitas Sepeda Kabut Salju
KEBERSAMAAN: Komunitas Kabut Salju, pengayuh pedal yang membawa misi lebih dari sekadar keringat dan kalori terbakar.

SUBANG-Di tengah hiruk-pikuk jalan raya dan deru kendaraan, ada sekelompok pengayuh pedal yang membawa misi lebih dari sekadar keringat dan kalori terbakar. Namanya cukup unik—Kajeun Butut Asal Maju, atau disingkat Kabut Salju. 

Jangan bayangkan salju yang dingin-dingin syahdu, karena komunitas ini justru panas semangatnya, membara di jalanan Subang demi hidup sehat, silaturahmi, dan edukasi lalu lintas.

Komunitas ini tak main-main. Berdiri sejak tahun 2019, berawal dari hobi ringan seorang polisi yang gemar gowes saat bertugas di Soreang, Bandung. Dialah AKP Sudirianto, SH, MM, sang pencetus, yang kini menjabat Kasatlantas Polres Subang. “Nama ini saya dapet waktu masih Kanit Regident di Soreang. Iseng tapi kena. Kabut Salju—karena meski sepedanya butut, yang penting terus maju,” ujarnya sembari tertawa renyah, Senin (5/5/2025).

Kabut Salju bukan komunitas sepeda biasa. Dengan anggota mencapai 110 orang, mayoritas berasal dari lingkungan Polres Subang. Namun, jangan pikir eksklusif—komunitas ini sangat cair, bahkan tidak memaksa anggotanya memiliki sepeda mewah. “Banyak yang pakai sepeda custom. Yang penting bisa maju, bukan harga sepeda,” celetuk Sudirianto.

Gaya hidup sehat dibungkus dengan kegiatan sosial dan edukasi membuat komunitas ini beda dari yang lain. Tiap kayuhan tidak hanya membakar lemak, tapi juga membakar semangat kebersamaan. Mereka tak jarang berhenti di kampung-kampung, menyapa warga, menggelar bakti sosial, dan menyerap aspirasi masyarakat.

Jangan remehkan kekuatan Jersey. Kabut Salju punya kebanggaan sendiri pada seragam biru putih mereka. “Waktu ada anggota yang pindah tugas ke Denpasar, dia tetap pakai jersey Kabut Salju dan upload ke TikTok. Eh, viral. Dari situ makin banyak yang tahu dan ikut gabung,” kenang Sudirianto.

Fenomena ini membuktikan satu hal: semangat komunitas bisa menembus batas wilayah, apalagi jika dikemas dengan gaya digital. Tidak harus jadi selebgram untuk berdampak—cukup dengan konsistensi dan konten yang ngena di hati rakyat.

Bukan hanya soal sehat dan guyub, Kabut Salju juga membawa misi edukatif. “Kami juga sambil mengingatkan warga akan pentingnya tata tertib lalu lintas,” ujar Sudirianto, yang sebentar lagi akan pindah tugas ke Polresta Bogor sebagai Kanit Regident.

Dan soal insiden saat gowes? Ia menjawab dengan senyum: “Alhamdulillah nggak pernah kecelakaan. Paling-paling rantai putus. Asal jangan putus cinta, itu berat,” candanya disambut tawa rekan-rekan satu komunitas.

Meski bernama Kabut Salju, komunitas ini justru menghadirkan kehangatan di setiap perjalanannya. Mereka bukan hanya komunitas pesepeda, tapi agen kecil perubahan sosial. Di era ketika gaya hidup sehat kerap jadi sekadar tren media sosial, Kabut Salju hadir sebagai pembuktian bahwa hidup sehat bisa berjalan berdampingan dengan pelayanan publik.

Harapannya sederhana: selama jalan masih bisa dilalui roda sepeda, selama warga masih mau diajak senyum dan ngobrol, maka Kabut Salju akan terus mengayuh. Maju. Menerabas kabut. Meski sepeda butut, asal semangat tidak luntur.

Dan ingat, jika suatu hari Anda melihat rombongan ber-jersey biru putih melintas sambil menebar salam, jangan buru-buru minggir—siapa tahu itu Kabut Salju, membawa udara segar untuk kesehatan, silaturahmi, dan edukasi. Karena mereka percaya: “Yang penting bukan merk sepedanya, tapi sejauh mana kau bisa mengayuh untuk kebaikan.”

Tertarik gabung? Syaratnya simpel: asal gowes, jangan ngeluh, dan jangan baper kalau rantai putus. Ingat, yang penting bukan putusnya, tapi bangkitnya.(hdi/ysp) 

Terkini Lainnya

Lihat Semua