Dua Pekerja Bangunan Asal Purwakarta Tewas Ditembak KKB di Jayawijaya Papua

Ratna Nurlaelasari hanya bisa pasrah dan menangis pilu seraya memeluk Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein atas kematian suaminya. ADAM SUMARTO/PASUNDAN EKSPRES
Sementara itu, Ratna Nurlaelasari (43), istri dari Rahmat Hidayat, mengungkapkan kesedihannya ketika mengetahui kabar duka itu.
Setiap hari, sekitar pukul 10.00 pagi, Ratna biasa berkomunikasi dengan sang suami. Akan tetapi, pada Rabu (4/6) pagi, telepon tak tersambung.
Ketika akhirnya dihubungi balik, ia justru mendapat kabar mengerikan dari seseorang yang mengurus jenazah korban. “Saya telepon, yang angkat orang sana," ucap Ratna.
"Katanya, ibu jangan kaget, suami Ibu kena KKB, kena penembakan. Jenazah sekarang sudah di rumah sakit," kata Ratna mengulang ucapan sang penelepon.
"Saya langsung lemas pak,” ujar Ratna dengan suara bergetar.
Kini Ratna harus menghadapi kenyataan pahit sebagai orang tua tunggal bagi dua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
“Anak saya tiga, yang pertama sudah dewasa, sudah bisa bekerja sendiri. Yang dua masih kecil, satu kelas enam satu lagi kelas satu SD. Sekarang saya harus gimana? Suami saya tulang punggung keluarga,” ucapnya lirih.
Ia juga meminta agar hak-hak suaminya, termasuk sisa gaji dan tunjangan, bisa segera diselesaikan oleh pihak terkait.
“Tolong sisa-sisa gaji suami saya dibayarkan. Buat kebutuhan anak-anak saya, buat hidup ke depan. Saya enggak kerja, kami hidup dari kerja keras suami saya di sana,” katanya.
Ratna mengungkapkan bahwa suaminya itu telah bekerja di Papua selama enam tahun terakhir. Tidak menetap, kalau ada proyek berangkat, selesai proyek pulang ke Purwakarta.
Akan tetapi, kata Ratna, dalam 18 bulan terakhir suaminya itu belum sempat pulang karena masih harus menyelesaikan proyek demi menafkahi keluarganya.
Dalam proyek terbarunya, Rahmat tengah mengerjakan pembangunan fasilitas air garam di sebuah gereja setempat, yakni Gereja GKI Imanuel.
Karena kekurangan tenaga, Rahmat mengajak keponakan Ratna yang bernama Saepudin (39) untuk ikut membantu proyek tersebut. Tragisnya, keduanya tewas dalam insiden penembakan tersebut.
“Dia bilang, kerjaan tinggal sedikit lagi. Gaji tinggal nunggu sisa tunggakan, habis itu langsung pulang. Tapi sekarang yang pulang bukan orangnya, tapi jenazahnya,” ujar Ratna.
Setiap hari, kata Ratna, Rahmat rutin berkomunikasi dengan Ratna. Pagi, siang, dan malam mereka video call. Namun, malam sebelum kejadian, Ratna mengaku merasakan firasat aneh.
“Mual, dada sakit, engga bisa tidur. Rasanya gelisah. Padahal malam itu kami masih video call, satu dua jam biasa becanda, cerita," ucap Ratna.
"Suami saya cerita kalau dia lagi tidur di rumah kepala desa karena situasi di sana lagi perang, takut diserang. Pagi saya tunggu kabar, engga ada. Saya telepon, malah orang lain yang angkat. Katanya suami saya sudah meninggal," katanya.
Ratna pun berharap, jenazah korban bisa segera dipulangkan untuk dikebumikan di Kabupaten Purwakarta.