Penangkapan CEO Telegram di Prancis Picu Ketegangan dengan UAE

Penangkapan CEO Telegram di Prancis Picu Ketegangan dengan UAE
PASUNDAN EKSPRES - Uni Emirat Arab (UAE) dilaporkan telah menghentikan kesepakatan multi-miliar dolar dengan Prancis untuk pengadaan 80 jet tempur Rafale. Dalam cuitan yang dikutip 29 Agustus 2024 dari The Daily Guardian, "UAE HALTS JET DEAL WITH FRANCE AFTER TELEGRAM CEO ARREST. The UAE has reportedly suspended a multi-billion-dollar deal with France for 80 Rafale fighter jets following the arrest of Telegram CEO Pavel Durov in France over his platform’s failure to address illicit activities. Amid rising tensions, the UAE is also considering halting all military cooperation with France."
Langkah ini diduga sebagai respon atas penangkapan CEO Telegram, Pavel Durov, oleh otoritas Prancis. Penangkapan ini terjadi karena ketidakmampuan platform Telegram dalam mengatasi aktivitas ilegal yang terjadi di dalam aplikasinya.
BACA JUGA: Tak Terlihat Sejak 1937, Tikus Berbulu Emas Ditemukan Kembali di Afrika
Pavel Durov, pendiri dan CEO Telegram, ditahan oleh pihak berwenang Prancis di Paris pekan lalu. Penahanan ini diduga berkaitan dengan kegagalan Telegram dalam mencegah aktivitas ilegal di platform tersebut, termasuk perdagangan narkoba, penyebaran propaganda teroris, dan konten eksploitasi anak. Telegram, yang dikenal karena kebijakan privasi yang ketat dan enkripsi end-to-end, telah lama menjadi sasaran kritik dari berbagai negara karena dianggap terlalu toleran terhadap konten ilegal.
Penangkapan Durov memicu protes dari sejumlah pengguna Telegram yang merasa bahwa penahanan ini merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat dan privasi digital. Namun, di sisi lain, banyak negara, termasuk Prancis, telah menekan Telegram untuk lebih bertanggung jawab dalam memonitor dan mengendalikan konten yang beredar di platform mereka.
BACA JUGA: 4 Fakta Yamuna, Sungai Beracun di India yang Mengerikan
Penangkapan Durov di Prancis memiliki dampak yang lebih luas daripada yang diperkirakan. UAE, yang sebelumnya telah menyetujui kesepakatan pembelian 80 jet tempur Rafale dari Prancis, dilaporkan telah menghentikan transaksi tersebut. Menurut informasi yang dibagikan oleh akun Twitter @MarioNawfal, UAE tidak hanya menangguhkan kesepakatan ini, tetapi juga mempertimbangkan untuk menghentikan semua bentuk kerja sama militer dengan Prancis.
Penangguhan ini menjadi pukulan keras bagi Prancis, yang selama ini mengandalkan hubungan baik dengan UAE sebagai salah satu mitra strategisnya di kawasan Timur Tengah. Kesepakatan pengadaan jet tempur Rafale, yang nilainya mencapai miliaran dolar, dianggap sebagai salah satu pencapaian terbesar Prancis dalam upaya memperkuat aliansi militer dengan negara-negara Teluk.
Langkah yang diambil oleh UAE ini memicu kekhawatiran di kalangan internasional mengenai potensi eskalasi ketegangan antara kedua negara. Beberapa analis politik menyebut bahwa tindakan UAE bisa menjadi sinyal ketidakpuasan yang lebih luas terhadap kebijakan Prancis terkait penegakan hukum di sektor teknologi.
Prancis, yang selama ini gencar memberantas aktivitas ilegal di platform digital, mungkin menghadapi tantangan diplomatik yang serius jika UAE benar-benar menghentikan semua kerja sama militer. Sebagai negara yang memiliki kepentingan besar di kawasan Timur Tengah, Prancis mungkin akan mempertimbangkan ulang kebijakan-kebijakan terkait dunia maya agar tidak mengganggu hubungan strategis dengan negara-negara Teluk.