Ria Triana Menyalakan Obor Literasi dari Subang untuk Indonesia

Ria Triana, S.Pd., Gr., seorang guru Bahasa Inggris, pegiat literasi, dan penggerak pendidikan yang berasal dari Kabupaten Subang, Jawa Barat. HADI MARTADINATA/PASUNDAN EKSPRES.
Program ini bertujuan untuk Meningkatkan literasi dasar dan numerasi siswa, Mengembangkan profesionalitas guru dalam mengelola pembelajaran berbasis literasi, Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya literasi informasi dan finansial, terus Membentuk karakter siswa yang kuat, mandiri, dan adaptif terhadap perubahan global.
Implementasi Pelita Karya dilakukan dengan pendekatan kolaboratif. Ria membangun koordinasi yang kuat dengan kepala sekolah, guru, komite sekolah, dan tokoh masyarakat. Ia menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif BAGJA, sebuah metode reflektif yang menggali potensi terbaik dari lingkungan sekolah.
Beberapa program unggulan dari Pelita Karya antara lain Pembiasaan membaca 15 menit sebelum pelajaran, penulisan jurnal harian literasi siswa, workshop literasi untuk guru dan orang tua, kemudian Pendampingan komunitas membaca, Integrasi literasi dalam setiap mata pelajaran, dan kolaborasi dengan komunitas literasi seperti GLN Gareulis Jabar dan Komunitas Lisangbihwa.
Evaluasi terhadap program ini menunjukkan hasil yang sangat membanggakan. Tingkat literasi siswa di SMPN 1 Cisalak meningkat drastis dari 77,78% pada tahun 2023 menjadi 97,78% di tahun 2024. Sementara itu, capaian numerasi mencapai 100%. Data ini bukan sekadar angka, melainkan bukti konkret bahwa perubahan bisa dilakukan jika dikerjakan dengan hati, strategi, dan kolaborasi.
Tak hanya siswa yang merasakan manfaatnya. Guru-guru pun menjadi lebih reflektif dan profesional dalam pembelajaran. Masyarakat mulai menyadari pentingnya peran literasi dalam kehidupan sehari-hari.
Aktif di Komunitas Pendidikan
Di luar sekolah, Ria aktif di berbagai komunitas pendidikan yang memperluas pengaruhnya dalam membangun budaya literasi. Ia adalah pengurus MGMP Bahasa Inggris Kabupaten Subang, Sekretaris MGMP Bahasa Inggris Komsat Jalancagak, Pengurus Komunitas Guru Penggerak, Pengurus GLN Gareulis Jabar, Anggota aktif di Kelas Kreatif Indonesia, dan Anggota Komunitas Literasi “Lisangbihwa”
Melalui komunitas ini, Ria tidak hanya berbagi praktik baik, tetapi juga menjadi fasilitator dan mentor bagi guru-guru lainnya. Ia memosisikan dirinya sebagai pembelajar sejati yang terus tumbuh bersama rekan sejawat.
Tak ada perjuangan tanpa hambatan. Dalam pelaksanaan program literasi, Ria dihadapkan pada sejumlah tantangan serius, seperti rendahnya pemahaman literasi di kalangan siswa dan guru, kurangnya keterlibatan orang tua, dan terbatasnya sumber daya dan fasilitas pendukung.
Namun Ria tidak menyerah. Ia mengatasi tantangan ini melalui komunikasi intensif, pelatihan rutin, dan pendekatan yang menyentuh hati para stakeholder. Ia percaya bahwa perubahan besar harus dimulai dari hal-hal kecil dan dilakukan secara konsisten.
Bagi Ria, literasi bukan hanya urusan sekolah, melainkan gerakan sosial yang melibatkan semua pihak. Ia mengajak masyarakat, tokoh adat, RT/RW, hingga pemerintah daerah untuk terlibat aktif dalam menghidupkan budaya literasi. Ia mendorong agar setiap rumah menjadi ruang baca, dan setiap anak menjadi duta literasi di lingkungannya.
Ria menyadari tantangan pendidikan di masa depan jauh lebih kompleks. Ia percaya penguatan literasi adalah fondasi untuk menyiapkan generasi Indonesia menghadapi era industri 4.0 dan Society 5.0—sebuah tatanan masyarakat cerdas yang mengintegrasikan teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan.
“Pelita Karya bukan sekadar program sekolah. Ini adalah gerakan sadar literasi yang kami rancang untuk menjawab tantangan nyata di era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0,” jelas Ria.
Maka dari itu, Ria merancang pengembangan program Pelita Karya tahap selanjutnya dengan menambahkan dimensi digital literasi, kewirausahaan berbasis literasi, dan inovasi pembelajaran berbasis proyek. Ia juga menggagas pengembangan aplikasi digital sederhana untuk mendukung aktivitas literasi siswa secara daring.
Ria adalah sosok perempuan yang membuktikan perubahan dapat dimulai dari ruang kelas. Ia adalah contoh nyata guru bukan sekadar pendidik, melainkan agen transformasi sosial. Ketekunannya, kepekaannya terhadap isu sosial, dan kemampuannya membangun jaringan membuatnya menjadi tokoh pendidikan yang sangat dihormati.
Di akhir setiap pelatihan, Ria selalu mengingatkan peserta dengan kalimat sederhana namun menggugah. “Jangan lelah menjadi lilin di tengah gelap. Suatu saat, cahaya itu akan membakar semangat banyak orang,” Ujar Ria.
Ia ingin lebih banyak guru yang bangkit, lebih banyak siswa yang sadar literasi, dan lebih banyak masyarakat yang mendukung gerakan membaca dan berpikir kritis. Baginya, literasi bukan sekadar program, tapi gaya hidup yang harus ditanamkan sejak dini.