Ombudsman Pertanyakan Siapa Bermain Terbitkan Sertipikat dan IMB di Lahan Negara??

TEMUKAN KEBENARAN: Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika saat berdialog dengan masyarakat pemilik sertipikat di sempadan saluran irigasi Curug Agung Dawuan, Jumat lalu (9/5/2025).
"Silsilah sampai terbitnya sertipikat itu kami tidak tahu, itu kewenangannya ada di ATR/BPN setelah mungkin pengaduan yang diklaim bersertipikat ini adalah milik PSDA. Mungkin PSDA akan melayangkan surat ke ATR/BPN untuk meneliti keabsahan itu," ucapnya.
Di luar kisruh permasalahan anomali lahan tersebut, dirinya mengatakan mendukung upaya pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam program normalisasi Sempadan Saluran irigasi Curug Agung Kecamatan Dawuan itu.
"Untuk program normalisasi (saluran irigasi) tentu kami mendukung program tersebut karena untuk kepentingan warga Dawuan," ucapnya.
Menurutnya, masyarakat Dawuan mayoritas merupakan petani yang tentu memerlukan air.
"Saluran ini mengairi kurang lebih 1.974 hektare sawah, sedangkan mayoritas penduduk Kecamatan Dawuan adalah petani dan buruh tani. Kalau seandainya saluran ini tidak dipelihara bagaimana ke depannya untuk menunjang program ketahanan pangan?," ucapnya.
Oleh karena itu, ia pun mengucapkan terima kasih kepada warganya yang telah menaati peraturan yang ada dengan membongkar bangunannya.
"Saya ucapkan banyak terima kasih kepada warga yang dengan kesadarannya telah menaati peraturan, sehingga dapat membongkar bangunan tersebut," ucapnya.
Warga Beberkan Kronologi Bisa Dapat Sertipikat
Sebelumnya, salah satu pemilik lahan bersertipikat di Dawuan, Wisnu menjelaskan bagaimana status dari rumahnya tersebut.
Dia menjelaskan soal status bagian belakang dari rumahnya yang saat ini merupakan bagian dari lahan milik Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Jawa Barat.
"Jadi tanah yang belakang ini awalnya dikelola oleh PT Jasa Tirta (PJT), setelah itu kewenangannya diambil oleh PSDA," ucapnya kepada Pasundan Ekspres, Senin (28/4/2025).
Oleh sebab itu, belakangan ini dirinya dan keluarga mendapatkan surat teguran dari PSDA mengenai penggunaan lahan tersebut.
"Setelah surat ini turun di tahun 2025, tepatnya sebelum lebaran, kita tidak pernah ditanya lagi soal pembayaran atau penagihan. Jadi selama kita menempati lahan ini dalam keadaan sudah dibangun, kita sambung kontrak tersebut untuk bagian belakang ini ke PJT setiap tahun," ucapnya sambil memperlihatkan kwitansi pembayaran dari PT Jasa Tirta.
Melihat situasi ini, ia mengaku bingung dan khawatir dengan status kepemilikan dari lahan tersebut walaupun dirinya memiliki beberapa bukti seperti kontrak dan lainnya.
"Kita ada kontraknya, addendum, dan segala macamnya. Tapi tidak tahu juga awalnya karena ini kan peralihan dari pemilik sebelumnya, tapi kami teruskan tiap tahun" ucapnya.
Ia mengatakan, apabila memang terdapat kerancuan status pada bagian belakang rumahnya tersebut dan harus digusur, ia dan keluarganya sudah pasrah, tapi dengan catatan perlu ada kejelasan selama ini soal penagihan yang selama ini dilakukan.
"Kami bukannya ingin menghalang-halangi pemerintah dalam melakukan penertiban, silahkan saja, tapi tolong beri kami penjelasan terkait status tanah yang di belakang ini selama ini," ucapnya.
Selanjutnya, ia pun menjelaskan mengenai status dari bagian depan rumahnya tersebut. Dirinya mengatakan bahwa bagian itu dibeli dalam berbentuk bangunan dan bersertipikat.