Sanggar Weningrum: Menari dari Hati, Melestarikan Budaya, dan Membentuk Karakter Anak Subang

Sanggar Weningrum: Menari dari Hati, Melestarikan Budaya, dan Membentuk Karakter Anak Subang

Foto bersama Sanggar Weningrum saat mengikuti event di Solo. HADI MARTADINATA/PASUNDAN EKSPRES

Menurutnya, seni tari bukan hanya sekadar estetika, melainkan juga alat pendidikan karakter.

Tari melatih daya ingat anak karena harus menghafal gerakan, melatih kesabaran karena harus menjalani proses latihan, dan menjadi sarana pelampiasan emosi secara positif.

“Sekarang banyak anak-anak yang mengalami tantrum. Nah, seni tari itu bisa membantu mengelola emosi itu. Gerakan dalam tari bisa jadi terapi tersendiri,” tambahnya.

Aji menyadari bahwa setiap orang tua memiliki cita-cita besar bagi anak-anaknya, entah menjadi dokter, guru, atau polisi.

Tapi bagi Aji, seni tari juga mampu membentuk pribadi yang kuat dan percaya diri.

“Di sini kita mendidik anak-anak agar percaya diri, sehat, bisa bergaul dengan teman sebaya. Bahkan bagi yang ingin fokus di dunia seni, sanggar ini siap jadi batu loncatan,” ucapnya.

Sanggar Weningrum secara sistematis mengajarkan dasar-dasar seni tari Sunda, seperti gerakan ukel, cecer, serta nilai-nilai dalam tari seperti wirasa (perasaan), wiraga (gerakan tubuh), dan wirama (irama).

Tagline Sanggar Weningrum adalah “Budaya Lestari, Sehat Jasmani”. Kalimat sederhana ini merangkum tujuan besar sanggar: menjaga warisan budaya sekaligus membentuk jasmani dan rohani anak yang sehat.

Meski telah menunjukkan banyak dampak positif, Aji mengakui tidak mudah menjalankan sanggar ini. Di tengah banyaknya pondok pesantren di Kasomalang, seni tari kerap kali disalahpahami.

“Gerakan dalam tari itu ada maknanya. Misalnya gerakan tangan menutup muka itu bukan kesenonohan, tapi simbol seseorang sedang bercermin. Itu tinggal bagaimana sudut pandang orang saja,” jelasnya.

"Kita harus tau bahwa seni tari itu salah satu warisan budaya negara kita, dan negara Indonesia tau betul itu, makanya di balik mata uang Indonesia ada nya gambar seni tari, untuk bisa saling menghargai," Tambahnya. 

Tantangan lainnya adalah biaya. Setiap kali sanggar mengikuti event atau lomba tari, selalu ada kebutuhan akan kostum, transportasi, dan logistik lainnya.

Sanggar Weningrum biasanya mengikuti event tari sebulan sekali, baik di dalam maupun luar Kabupaten Subang.

“Jujur saja, kita selalu iuran bareng orang tua. Bahkan saya sebagai pendiri pun ikut patungan. Tapi demi anak-anak bisa tampil, itu semua saya jalani dengan ikhlas,” ujar Aji.

Menurutnya, seni itu mahal bukan karena uang, tetapi karena prosesnya yang panjang dan penuh perjuangan.

“Tampil di atas panggung paling lima menit, tapi prosesnya bisa berbulan-bulan. Itu yang mahal,” katanya.

Yang paling membanggakan bagi Aji bukan sekadar melihat anak didiknya menjuarai lomba, tapi ketika mereka berani tampil di depan umum. Kepercayaan diri yang tumbuh itu adalah pencapaian terbesar.

“Juara itu bonus. Tapi ketika anak bisa tampil di panggung dengan percaya diri, itu yang saya banggakan. Proses membentuk mental itu tidak mudah, dan saya bersyukur bisa mendampingi mereka,” ungkapnya.


Berita Terkini