Sanggar Weningrum: Menari dari Hati, Melestarikan Budaya, dan Membentuk Karakter Anak Subang

Sanggar Weningrum: Menari dari Hati, Melestarikan Budaya, dan Membentuk Karakter Anak Subang

Foto bersama Sanggar Weningrum saat mengikuti event di Solo. HADI MARTADINATA/PASUNDAN EKSPRES

SUBANG– Di tengah arus modernisasi dan dominasi budaya populer yang semakin mendesak tradisi lokal ke pinggiran, hadir sebuah sanggar seni tari di Kabupaten Subang yang berjuang melestarikan seni dan budaya nusantara sekaligus menjadi ruang tumbuh dan ekspresi anak-anak.

Sanggar ini bernama Sanggar Weningrum, yang berdiri sejak tahun 2022 dan berpusat di Kecamatan Kasomalang, Subang.

Dibentuk oleh pasangan suami istri, Aji Tri Rahman dan istrinya, Sanggar Weningrum menjadi bukti nyata cinta terhadap budaya, jika dipadukan dengan ketulusan dan konsistensi, bisa menjadi kekuatan besar yang menyentuh banyak kehidupan.

Aji Tri Rahman telah berkecimpung di dunia seni di Kasomalang selama hampir satu dekade sebelum akhirnya mendirikan sanggar ini.

BACA JUGA: PHRI Subang Gaungkan Semangat Jaga Kebersihan Lingkungan

Ia banyak terlibat dalam kegiatan seni sekolah, dari jenjang SD hingga SMP, serta berbagai event seperti Festival Seni, MPLS2N, dan perlombaan tingkat kabupaten.

Kepercayaan dari masyarakat dan pihak sekolah yang terus mengalir menjadi bahan bakar semangatnya untuk membuat wadah seni yang lebih terstruktur.

“Sebelum buka sanggar, saya banyak riset, tanya-tanya ke masyarakat. Gimana sih sebenarnya tanggapan mereka tentang seni? Alhamdulillah ternyata responsnya positif, dan itu jadi modal saya untuk membentuk Sanggar Weningrum,” ujar Aji.

Nama Weningrum sendiri berarti "bersih jiwa", sebuah filosofi yang mencerminkan niat tulus pendirinya.

BACA JUGA: Giatkan Disiplin Kerja Perangkat Desa, Pemcam Cikaum Gelar Apel Pagi

Sanggar ini didirikan tanpa muatan kepentingan pribadi, hanya keinginan kuat untuk berkarya dan menghidupkan kembali nilai-nilai budaya melalui gerakan dan irama.

Uniknya, sejak awal didirikan, Aji tidak pernah melakukan promosi komersial. Ia percaya bahwa seni akan menemukan penikmatnya sendiri.

Ia lebih memilih pendekatan mulut ke mulut, dari orang tua ke orang tua. Metode ini terbukti efektif.

“Awalnya hanya dua orang, lalu jadi empat, terus berkembang hingga sekarang sudah ada sekitar 60 peserta yang datang dari berbagai penjuru desa di Kecamatan Kasomalang. Setiap latihan bisa hadir sekitar 40 sampai 50 anak,” ungkapnya.

Latihan diadakan tiga kali seminggu, yaitu hari Rabu, Jumat sore, dan hari Minggu.

Mayoritas anggota sanggar adalah anak-anak tingkat SD, bahkan ada juga yang berasal dari PAUD. Dengan kedisiplinan dan suasana yang menyenangkan, latihan tari menjadi kegiatan favorit anak-anak di waktu luang mereka.

Aji menekankan tujuan utama pendirian sanggar ini adalah menyediakan ruang positif, khususnya bagi anak-anak dan perempuan, agar memiliki kegiatan yang bermanfaat saat hari libur.

“Daripada main HP terus di rumah atau main di luar tanpa arah, mending mereka berkegiatan di sanggar. Di sini mereka bisa belajar kerja sama, menambah teman, berbagi cerita, dan tentu saja, melatih fisik dan otak mereka,” kata Aji.


Berita Terkini