Kiblatku Ki Hadjar Dewantara

Dari penggalan untaian kata-kata yang ada pada puisi tersebut dapat kita renungkan terkait dengan sistem pendidikan yang ada di negeri ini pada zaman kolonial Belanda. Kilas balik sejarah pendidikan,jika kita dapat membayangkan bagaimana perjalanan pendidikan pada masa Kolonial Belanda, tidak semua anak-anak pribumi dapat mengenyam indahnya dunia pendidikan. Bayangkan, di negeri sendiri tak memiliki kebebasan dengan adanya penguasaan Kolonial Belanda. Potret Pendidikan pada zaman Kolonial Belanda tak sejalan degan pemikiran Ki Hadjar Dewantara tak selaras dengan cita-cita bangsa. Dimana, pendidikan kala itu hanya diperuntukkan bagi kaum elit saja bukan untuk anak-anak pribumi. Pendidikan yang diberikan pada pemerintahan Kolonial Belanda hanya untuk kepentingan yang dapat menguntungkan bagi Kolonial Belanda.
Pada Tahun 1920 lahirlah cita-cita baru yang memimpikan untuk perubahan dalam pendidikan dan pengajaran, kemudian pada tahun 1922 lahirlah taman siswa Yogyakarta sebagai gerbang emas untuk kemerdekaan dan kebebasan kebudayaan bangsa. Taman siswa menjadi jiwa rakyat untuk merdeka dan bebas yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara. Di taman siswa Jogjakarta itu siapappun boleh mengenyam pendidikan baik itu anak-anak maupun orang tua. Perguruan ini memiliki semboyan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing madya mangun karso, Tut Wuri Handayani yang memiliki arti di depan memberi contoh, tengah membangun semangat, dan di belakang memberi dorongan.
Pada masa kemerdekaan, Presiden Soekarno mengangkat Ki Hadjar Dewantara menjadi sebagai Menteri Pendidikan pertama dengan semboyan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing madya mangun karso, Tut Wuri Handayani yang hingga kini masih dipakai sebagai kiblat dari Pendidikan di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan daripada pendidikan adalah menuntun segala kodrat pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan system “among” yang dicetuskan oleh Ki Hdajar Dewantara maka guru memberikan tuntunan atau menuntun tumbuh kembang anak sesuai dengan kodratnya yaitu kodrat alam dan kodrat zaman. Dalam proses menuntun, anak diberikan kebebasan kepada anak sesuai dengan minat dan bakat yang ada pada diri anak, namun guru sebagai pendidik yang sebagai” pamong” dapat memberikan tuntunan kepada anak untuk tidak kehilangan arah yang dapat menjerumuskan dan mebahayakan dirinya. Dalam kebesan dan kemerdekaan belajar tentunya melibatkan orang lain untuk dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya, oleh karena itu guru dalam menuntun anak agar anak mampu mengelola dirinya untuk hidup bersama dengan orang lain maka diperlukan budi. Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa budi pekerti adalah kemampuan kodrat manusia atau individu yang berhubungan dengan bagian biologis dan berperan dalam menentukan karakter seseorang.
harapan dan tujuan Pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah adanya kemerdekaan dan kebebasan anak dalam pendidikan. Anak-anak diberikan kemerdekaan untuk belajar sesuai dengan tuntunan dari pendidik untuk mengembangkan potensi yang ada pada anak. karena pada dasarnya anak atau murid adalah unik, mereka memiliki karakter dan potensi pada diri yang tak sama yang perlu dituntun agar dapat tumbuh sesuai dengan potensi dirinya. Ki Hadjar Dewantara mengibratkan seperti petani, Dimana petani adalah guru sedangkan bibit tanaman atau benih adalah murid. petani tak bisa merubah benih jagung menjadi tanaman lain, akan tetapi petani dapat merawat dengan penuh kasih agar bibit atau benih jagung ini dapat tumbuh dengan subur dan baik. Perlu diingat juga bahwa anak juga bukanlah kertas kosong yang harus diisi atau dilukis oleh guru, akan tetapi anak seperti kertas yang telah ada sketsa memiliki keunikan dan potensi sejak lahir oleh karena itu guru perlu menebalkan sketsa pada kertas tersebut dengan menuntun anak agar tidak kehilangan arah dan tujuannya. oleh karena itu berikan kebebasan dan kemerdekaan belajar pada anak, agar anak dapat tumbuh sesuai dengan kodratnya.
Lalu bagaimana menghadirkan kemerdekaan belajar pada anak? seperti apa pembelajaran yang memerdekakan anak? pertanyaan-pertanyaan semacam ini mungkin sering muncul dalam benak diri seorang guru, atau bahkan dalam benak pikiran kita pernah mengatakan selama ini anak-anak sudah merdeka belajar? sudah mendapatkan haknya dan apanya yang harus dimerdekakan? maka untuk mejawab segala konsepsi ini diperlukan pemahaman akan folosofis pendidikan Ki Hadjar Dewantara salah satunya dengan pembelajaran yang berpihak pada murid (menghamba pada murid), jangan sampai kita salah mengartikan kalimat menghamba pada murid bukan berarti guru mengagungkan murid menyembah pada murid bukan seperti itu konsepnya akan tetapi guru menghadirkan pembelajaran yang berpihak pada murid yang menuntun murid sesuai dengan kodratnya dengan memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan bagi murid. Kodrata anak adalah bermian, maka hadirkan pembelajaran di kelas dengan mengintegrasikan permainan yang dapat menumbuhkan semangat belajar murid misalnya dengan manfaatkan aplikasi-aplikasi game untuk pembelajaran. Selain itu, Pendidikan yang berpihak pada murid dapat juga dilakukan dengan memberikan ruang kepada anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya yang dibawa dari sejak lahir,misalnya melalui wadah kegiatan ekstrakurikuler.
Guru juga dapat menghadirkan pembelajaran yang berpihak pada murid melalui pembelajaran yang berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi ini tidak asing ditelinga para pendidik, pembelajaran ini dapat mengakomodasi kebutuhan belajar murid. Adapun kebutuhan belajar murid antara lain kesiapan belajar murid, minat belajar murid dan profil belajar murid (gaya belajar murid). Hal ini tentu didasarkan pada setiap murid memilki kekuatan-kekuatan pada bidang-bidang tertentu sehingga murid perlu dikuatkan pada bidang tersebut, setiap murid memiliki cara belajar yang berbeda-beda, serta murid juga memiliki kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu pendidik harus dapat menghadirkan pembelajaran yang mampu mengakomodir dari kebutuhan murid. Sehingga pembelajaran dapat berpihak pada murid. Seperti analogi dalam pembelajaran berdiferensiasi seperti halnya baju setiap anak memiliki ukuran tubuh yang unik, begitu juga dengan hal kebutuhan belajar anak. Seperti halnya dalam memilih baju, tentu akan memilih baju yang pas sesuai dnegan ukuran badan dan nyaman dipakai, sama halnya dalam pembelajaran berdiferensiasi maka guru memberikan pendekatan dengan metode-metode yang sesuai dengan kebutuhan belajar murid. Mari kita sebagai pendidik memerdekakan murid melalui pembelajaran yang berpihak pada murid. (*)