Buruh di Subang Menunggu 14 Tahun Perda Ketenagakerjaan

UNJUK RASA: Buruh Subang saat melakukan aksi unjuk rasa, beberapa waktu lalu.
SUBANG–Komitmen DPRD Kabupaten Subang dalam memperjuangkan keadilan sosial bagi para pekerja melalui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan mendapatkan sambutan positif dari kalangan serikat buruh.
Raperda yang dibahas oleh Komisi IV DPRD ini dinilai menjadi langkah awal penting dalam menjawab persoalan buruh, terlebih di tengah perubahan struktur ekonomi Subang yang kini mengarah ke sektor industri.
Dalam kegiatan pembahasan yang berlangsung pada Selasa (6/5/2025), DPRD Kabupaten Subang menyatakan bahwa Raperda ini merupakan bentuk komitmen nyata dari legislatif dan pemerintah daerah dalam memperjuangkan keadilan sosial, kesejahteraan pekerja, serta penguatan peran daerah dalam perlindungan ketenagakerjaan.
Menanggapi inisiatif tersebut, Sekretaris Umum FSBP-KASBI Kabupaten Subang, Rahmat Saputra menyatakan, pihaknya menyambut baik dan mengapresiasi langkah DPRD Subang yang mulai menaruh perhatian serius terhadap isu ketenagakerjaan.
BACA JUGA: Bongkar Kasus Korupsi Urusan Perikanan, Kejari Purwakarta Tetapkan Tujuh Tersangka
Ia menilai, pembentukan Raperda ini sangat urgen dan relevan dengan situasi daerah Subang yang tengah mengalami perubahan fundamental dalam struktur ekonomi dan sosial masyarakatnya.
“Tentunya Raperda ini hal yang sangat penting bagi kami dari Serikat Buruh. Kita ketahui bahwa saat ini telah terjadi pergeseran di Subang. Dari yang tadinya daerah agraris, kini berubah menjadi kawasan industri. Dampaknya, banyak masyarakat yang tadinya bertani atau menjadi nelayan, kini bergeser menjadi buruh pabrik,” ujar Rahmat saat dihubungi, Rabu (14/5/2025).
Ia menegaskan, hadirnya kawasan-kawasan industri seperti di wilayah Surya Cipta hingga Patimban, harus diiringi dengan kebijakan daerah yang mengatur perlindungan terhadap pekerja, baik dari segi hak, kesejahteraan, hingga aspek keadilan dalam ketenagakerjaan.
Lebih lanjut, Rahmat mengingatkan Raperda ini tidak boleh sekadar menjadi dokumen formal yang hanya menyalin ketentuan dari Undang-Undang yang lebih tinggi, seperti UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja. Menurutnya, substansi lokalitas dan keunikan permasalahan di Subang harus menjadi muatan utama dari Raperda tersebut.
BACA JUGA: Satresnarkoba Polres Subang Ungkap Peredaran Sabu dalam Bungkus Bumbu Masak
“Kami tidak ingin Raperda ini hanya menjadi copy-paste dari Undang-Undang di atasnya. Harus ada muatan lokal yang secara spesifik mengatur tentang perlindungan buruh Subang. Kita harus bicara soal kenyataan di lapangan, tentang upah, keselamatan kerja, pemutusan hubungan kerja sepihak, dan lain-lain,” tegasnya.
Serikat buruh menilai, selama ini banyak persoalan ketenagakerjaan yang belum tersentuh secara optimal oleh kebijakan daerah, karena masih mengandalkan regulasi nasional yang terkadang tidak sesuai dengan kondisi lokal.
Oleh karena itu, Raperda ini harus menjadi wadah untuk mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan riil pekerja di Subang.
Rahmat juga menekankan pentingnya pelibatan semua stakeholder ketenagakerjaan, termasuk serikat buruh, pengusaha, hingga akademisi dalam proses penyusunan dan pembahasan Raperda ini. Menurutnya, pembentukan Raperda yang baik tidak bisa hanya berasal dari masukan internal anggota dewan, tetapi harus melibatkan mereka yang mengalami langsung kondisi di lapangan.
“Serikat buruh adalah pihak yang akan paling terdampak dari regulasi ini. Maka kami harus dilibatkan aktif dalam proses pembahasan, baik melalui rapat kerja, FGD, atau forum resmi lainnya. Kami tahu persis masalah-masalah ketenagakerjaan yang terjadi di Kabupaten Subang,” katanya.
Ia juga mengingatkan agar proses penyusunan Raperda ini tidak dilakukan secara terburu-buru. Harus ada pendalaman materi, konsultasi publik, dan kajian akademis yang kuat agar Raperda yang lahir benar-benar aplikatif dan bisa menjawab kebutuhan para buruh.
Serikat buruh, lanjut Rahmat, berharap Raperda ini mengatur tiga hal utama: perlindungan hak-hak buruh, peningkatan kesejahteraan pekerja, dan pemberian sanksi tegas kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan.
“Selama ini sering kita temui pelanggaran hak buruh seperti upah di bawah UMK, tidak adanya jaminan sosial, tidak diberikannya cuti haid, cuti hamil, bahkan PHK sepihak. Semua ini harus bisa diatasi oleh Perda,” tegasnya.