Oleh:
Sunara, SS, MM, MPd
(Educational Entrepreneur & Mahasiswa Program Doktor Universitas Negeri Semarang)
Bayangkan jika berpikir kritis itu adalah superpower yang dapat mengubah cara kita berinteraksi dengan bahasa Inggris di era digital yang serba cepat ini. Di tengah hiruk pikuk informasi yang padat, kemampuan ini bukan sekedar keterampilan melainkan ia sebentuk kunci ajaib yang membuka gerbang kesuksesan, memahami bahasa Inggris dan menguasainya dengan percaya diri.
Pada saat pembelajar menganalisis berita terkini dalam Bahasa Inggris untuk memahami sudut pandang yang berbeda, berpikir kritis memiliki relevansi yang memungkinkan mereka tidak hanya memahami bahasa, tetapi juga konteks dan makna di balik kata-kata. Critical thinking menilai keandalan berita (news reliability) dan mengenali kesalahan logika (fallacies), serta mendorong pemahaman yang lebih dalam tentang bahasa dan konteks (language and context) (Musi et al., 2023).
Manfaat berpikir kritis dalam pembelajaran bahasa Inggris meliputi peningkatan kemampuan analisis teks, penguatan keterampilan berkomunikasi, dorongan kreativitas dan inovasi dalam penggunaan Bahasa Inggris. Kita dapat memulainya dengan aktif bertanya tentang konteks, tujuan penulis, serta ‘teknik sastra’ yang digunakan, dan berdiskusi dengan teman sebaya untuk memperluas perspektif dan memperdalam pemahaman.
Konteks dapat mencakup latar belakang sosial, budaya, sejarah, biografi penulis atau yang lainnya yang mempengaruhi penulisan suatu karya. Pertanyaan tentang tujuan penulis dapat ditelusuri dari pesan atau amanat yang hendak disampaikan penulis melalui karya tersebut. Mengapa dengan tema ini, apa yang hendak disoroti oleh penulis melalui cerita? Bagaimana penulis mempengaruhi pembaca melalui karyanya? ‘Teknik sastra’ mencakup gaya bahasa, simbolisme, alur, karakterisasi (deskripsi fisik, perilaku, dialog, maupun pemikiran), dan lainnya dengan pertanyaan kritis. Kemampuan berpikir kritis, dalam era pendidikan modern, menjadi keterampilan tambahan dan menjadi kebutuhan dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
Bahasa Inggris tak lagi bisa diajarkan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana membentuk cara berpikir efektif dan terbuka. Pengajaran Bahasa Inggris memiliki ruang strategis melatih kemampuan berpikir kritis agar para pembelajar dapat bersaing dan berpartisipasi dalam dunia pendidikan modern dengan kemampuan menyaring informasi, mengajukan pertanyaan yang bermakna, menyampaikan gagasan secara argumentative.
Dalam konteks pendidikan digital saat ini, teknologi seharusnya menjadi alat bantu bukan pengalih perhatian. Penggunaan media interaktif, platform pembelajaran online, hingga pemanfaatan kecerdasan buatan bisa memperkaya pengalaman belajar pembelajar jika diarahkan dengan benar. Pembelajar harus bisa berpikir kritis dan bersungguh-sungguh melakukannya, jika tidak generasi yang dihasilkan adalah pembelajar yang hanya fasih berbahasa, komunikasi yang kosong, tetapi gagap dalam berpikir. (Castañeda & Selwyn, 2018) menekankan pentingnya critical perspectives on technology sebagai integrating digital tools untuk meningkatkan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning).
Kurikulum dan Materi Pelajaran : Berpikir Analitis, Reflektif, dan Solutif
Apa langkah konkret yang perlu diambil untuk memperbaiki kurikulum yang saat ini minim dalam mendukung pengembangan berpikir kritis? Berpikir kritis harus dimulai dari perubahan paradigma pendidikan itu sendiri. Pendidikan tidak lagi bisa hanya berorientasi pada capaian nilai dan penguasaan materi, tetapi harus berfokus pada pembentukan cara berpikir yang analitis, reflektif, dan solutif. Revisi kurikulum perlu mengarah pada penyusunan kompetensi yang lebih berbasis keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher- order thinking skills), bukan sekadar hafalan.
Peninjauan ulang terhadap materi pelajaran adalah penting agar tidak hanya berisi tata bahasa dan teks bacaan pasif, melainkan juga mencakup konten yang merangsang diskusi, perdebatan, dan refleksi kritis dengan memasukkan isu-isu aktual, studi kasus global, atau teks opini yang mendorong pembelajar terampil menanggapi dengan sudut pandang mereka sendiri.
Pelatihan perlu diberikan kepada guru tentang metode pembelajaran yang mendukung berpikir kritis. Metode bisa menjadi pilihan seperti : project-based learning, problem-based learning, debating, simulation, serta pembelajaran berbasis pertanyaan terbuka (membuka peluang berbicara dan berpikir kritis) di kelas. Pengajar perlu memiliki kebebasan dan ruang inovasi untuk merancang aktivitas belajar yang interaktif dan bermakna. Kebutuhan a knowledge-based curriculum mendorong critical thinking dan keterlibatan siswa, dan critical reflection (Friesen, 2018).
Evaluasi dan Penilaian
Bagaimana dengan sistem evaluasi dan penilaian? Selama ini, ujian masih terlalu menekankan jawaban benar-salah (pilihan ganda), tidak mendorong pembelajar untuk berpikir mendalam dan kritis. Penilaian harus mengakomodasi kemampuan analisis, sintesis, dan argumentasi. Tugas esai, presentasi, atau proyek kolaboratif antar pembelajar dapat menjadi penilaian yang dapat memprovokasi kemampuan berpikir kritis.
Integrasi Berpikir Kritis dengan Teknologi, Bahan Ajar dan Kurikulum
Kurikulum yang hanya cenderung berfokus pada pencapaian target akademik dan hapalan materi, belum memberi ruang cukup bagi pembelajar mengeksplorasi gagasan (ide), menganalisis informasi, dan mengemukakan pendapat secara logis. Metode pengajaran konvensional yang terlalu teacher centered dengan siswa menjadi penerima yang pasif, tidak akan menciptakan kondisi pembelajar berpikir kritis, selain hanya keterampilan mengingat dan mengulang.
Peran teknologi pendidikan membuka akses sumber belajar yang beragam dan luas. Guru menempatkan diri sebagai pembimbing memutus jebakan informasi dangkal dan tidak terverifikasi (sumber tidak teruji kebenarannya). Transfromasi kurikulum, pembaruan metode pengajaran, pemanfaatan teknologi dibutuhkan secara bijak dalam membentuk generasi yang kritis, kreatif dan siap. Penggunaan platform pembelajaran online di sekolah yang mengakses sumber belajar, artikel, video dan forum diskusi adalah sarana eksplorasi topik menarik yang disenangi para pembelajar.
Guru harus memiliki kepekaaan terhadap artikel yang menyebarkan konspirasi tentang suatu topik yang tidak didukung data ilmiah yang valid. Penggunaan metode pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) dalam pengajaran Bahasa Inggris juga akan menjadikan pembelajar aktif dan terlibat, mengasah kemampuan berpikir kritis melalui eksplorasi, meneliti isu-isu tertentu, menganalisis informasi dari berbagai sumber, kolaborasi tim, dan pemecahan masalah kontekstual yang relevan dengan kehidupan nyata. Integrating critical thinking dengan technology mendorong creativity and innovation in teaching materials and curriculum (Indriani, 2017).
Misalnya, proyek membuat buku panduan wisata (taman, museum, situs sejarah, dll) untuk tempat-tempat wisata di kota sendiri dengan menentukan topik, melakukan riset dengan sumber berbahasa Inggris, artikel online, video, wawancara. Pembelajar mencatat informasi, tips untuk pengunjung, misalnya, semua dalam Bahasa Inggris. pembelajar merancang desain dan presentasi, guru memberi umpan balik karya mereka, dan buku panduan dipublikasikan secara digital di media sosial.
Esensi di abad 21 seperti kolaborasi, kreativitas dan literasi media akan terintegrasi kongkret dalam kelas bahasa Inggris yang menciptakan pembelajaran yang bermakna dan relevan. Kegiatan diskusi dan debat di kelas adalah contoh lain membangun critical thinking pembelajaran bahasa Inggris. Penggunaan bahan ajar kontemporer dan relevan (esai opini, digital content) adalah pintu masuk efektif dalam mengasah berpikir kritis siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Berpikir kritis dapat diterapkan di sekolah dan perguruan tinggi dengan kompleksitas analisis berbeda, bertahap dan menyesuaikan.
Kesimpulan
Berpikir kritis merupakan keterampilan penting pembelajaran Bahasa Inggris di era digital melalui pemahaman siswa dalam berbahasa dengan konteksnya. Keterampilan ini meningkatkan analisis teks, komunikasi dan kreativitas. Pengajaran Bahasa Inggris perlu bertransformasi dengan focus pada berpikir anaitis dan reflektif melalui kurikulum yang merangsang kegiatan diskusi. Metode project-based learning dapat meningkatkan keterlibatan siswa. Evaluasi harus menekankan analisis dan argumentasi alih-alih pilihan ganda. Teknologi sebagai alat bantu memungkinkan eksplorasi informasi untuk menghasilkan generasi yang kritis, kreatif dan siap dengan tantangan global.
Daftar pustaka
Castañeda, L., & Selwyn, N. (2018). More than tools? Making sense of the ongoing digitizations of higher education. International Journal of Educational Technology in Higher Education, 15(1). https://doi.org/10.1186/s41239-018-0109-y
Friesen, N. (2018). Continuing the dialogue: curriculum, Didaktik and theories of knowledge. Journal of Curriculum Studies, 50(6), 724–732. https://doi.org/10.1080/00220272.2018.1537377
Indriani, L. (2017). Developing Pre-Service English Teachers’ Critical Thinking By Using Academic Journal Writing 4.0. Metathesis: Journal of English Language, Literature, and Teaching, 3(2), 117–123. https://doi.org/10.31002/metathesis.v3i2.1859
Musi, E., Carmi, E., Reed, C., Yates, S., & O’Halloran, K. (2023). Developing Misinformation Immunity: How to Reason-Check Fallacious News in a Human– Computer Interaction Environment. Social Media and Society, 9(1). https://doi.org/10.1177/20563051221150407