FKSS Jabar Minta Presiden Cabut Keputusan Gubernur, Dinilai Mengancam Keberadaan Sekolah Swasta

SURAT TERBUKA: FKSS Jabar menyampaikan surat terbuka kepada Presiden RI Prabowo Subianto dan sejumlah pejabat terkait, meminta agar Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 463.1/Kep.323-Disdik/2025 dicabut.
SUBANG-Forum Kepala Sekolah SMA Swasta Jawa Barat (FKSS Jabar) menyampaikan surat terbuka kepada Presiden RI Prabowo Subianto dan sejumlah pejabat terkait, meminta agar Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 463.1/Kep.323-Disdik/2025 dicabut.
Pasalnya, Keputusan Gubernur tersebut mengatur petunjuk teknis pencegahan anak putus sekolah jenjang menengah di Jawa Barat. Salah satu poin yang dipermasalahkan adalah ketentuan penempatan maksimal 50 siswa per kelas, dengan mempertimbangkan luas ruang kelas.
Ketua Umum FKSS Jabar Ade D Hendriana mengatakan, aturan ini justru bermasalah karena tidak sesuai dan bertentangan dengan aturan Permendikbudristek Nomor 22 Tahun 2023, yang menetapkan standar minimal 2 meter persegi per siswa. Dengan standar itu, ruang kelas harus seluas 100 m² untuk menampung 50 siswa. "Faktanya, banyak sekolah negeri di Jawa Barat hanya memiliki ruang kelas berukuran 72 m² (9x8 meter)," ujar Ade.
Selain itu, kata dia, fasilitas di sekolah negeri masih terbatas. Sekolah negeri di Jawa Barat rata-rata hanya punya 9–10 ruang kelas per angkatan. "Jika semua siswa diarahkan ke sekolah negeri, maka fasilitas akan kewalahan," ungkapnya.
BACA JUGA: Cara Asyik Ateng Sutisna Sosialisasi Empat Pilar MPR, Wujudkan Semangat Kebangsaan di Alam Terbuka
Atas aturan itu, lanjut Ade, berdampak pada sekolah swasta yang semakin tersisihkan.
Banyak sekolah swasta yang selama ini berkontribusi mencegah anak putus sekolah. "Dengan aturan ini, mereka terancam kekurangan siswa dan bisa tutup," ujarnya.
Ade menambahkan, Keputusan Gubernur juga mengancam mutu pendidikan. Hal ini lantaran bakal terjadi penumpukan siswa di sekolah negeri. "Dikhawatirkan ini akan menurunkan kualitas pendidikan karena ruang dan tenaga pendidik terbatas," bebernya.
Lebih lanjut Ade menjelaskan, dampak lainya ialah banyak guru dan pegawai di sekolah swasta terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Termasuk guru bersertifikasi yang kekurangan jam mengajar. "Jika sekolah swasta tutup, banyak guru dan pegawai yang berisiko kehilangan pekerjaan," jelasnya.
Dia menilai, kebijakan ini secara tidak langsung memposisikan sekolah negeri dan swasta seperti sedang bersaing secara tidak sehat. Jika dibiarkan, hal ini bisa menimbulkan kesenjangan sosial dalam dunia pendidikan. "Kami berharap Presiden Prabowo mau turun tangan dan berbicara langsung dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, untuk membatalkan keputusan tersebut," ujarnya.
Pihaknya juga mengajak para guru, pemerhati pendidikan, hingga anggota legislatif pusat dan daerah untuk bersama-sama mendorong revisi kebijakan tersebut.(idr/sep/ysp)