SUBANG-Kabupaten Subang kembali menorehkan prestasi dalam sektor hortikultura. Berdasarkan data resmi dari Dinas Pertanian Kabupaten Subang, produksi nanas sepanjang tahun 2024 tercatat mencapai angka fantastis, yakni 168.584,56 buah. Angka ini menempatkan nanas sebagai komoditas hortikultura unggulan Subang, mengungguli komoditas lainnya.
Namun di balik capaian tersebut, para petani nanas menghadapi tantangan serius. Lahan pertanian di wilayah Subang Selatan, yang selama ini menjadi pusat budidaya nanas, kian hari semakin tergerus. Maraknya pembangunan destinasi wisata baru serta perluasan area tambang menjadi faktor utama menyusutnya lahan pertanian produktif.
Kondisi ini tentu memicu kekhawatiran banyak pihak, mengingat sektor hortikultura, khususnya nanas, selama ini menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat di kawasan tersebut.
Menanggapi situasi ini, Ketua UMKM Kabupaten Subang, Ade Patas, menyampaikan ide solutif agar produksi nanas tetap bisa dipertahankan bahkan dikembangkan. Ia mengusulkan agar Pemerintah Kabupaten Subang menjalin kerja sama strategis dengan perusahaan-perusahaan perkebunan sawit, seperti PTPN, yang memiliki lahan luas di Subang.
Dalam rapat bersama pemerintah beberapa waktu lalu, Ade Patas mengemukakan konsep kolaborasi pemanfaatan lahan sawit untuk tanaman nanas. Menurutnya, ada jarak cukup luas antara satu pohon sawit dengan pohon sawit lainnya — sekitar 3 meter — yang bisa dimanfaatkan untuk menanam nanas tanpa mengganggu aktivitas utama perkebunan.
"Saya sudah mengusulkan saat rapat dengan pemerintah. Saya meminta agar ada kolaborasi dengan PTPN di lahan sawitnya. Di sana, petani nanas bisa menanam di sela-sela pohon sawit. Ini tidak akan mengganggu panen sawit," ujar Ade Patas, saat ditemui pada Minggu (27/4/2025).
Ia menambahkan, kerja sama ini akan bersifat simbiosis mutualisme. Petani nanas bisa menjaga kebersihan kebun sawit dengan mengendalikan pertumbuhan rumput liar dan tanaman pengganggu lainnya, sementara PTPN mendapatkan manfaat berupa kebun yang lebih terawat.
"Petani nanas bisa sekaligus membersihkan tanaman liar yang biasanya mengganggu sawit. Jadi saling menguntungkan. PTPN dapat lahan sawitnya lebih bersih, petani pun tetap bisa produksi nanas," tambahnya.
Ade menilai, jika ide ini dijalankan dengan serius, Subang tidak hanya bisa mempertahankan posisinya sebagai daerah penghasil nanas unggulan, tetapi juga memperluas areal tanam tanpa harus merusak kawasan konservasi atau mengorbankan lahan pertanian pangan lainnya.
Melihat potensi kerja sama ini, diperlukan langkah konkret dari pemerintah daerah untuk memfasilitasi regulasi dan kemitraan antara petani nanas dengan pengelola perkebunan sawit. Kolaborasi tersebut harus diatur dengan baik agar hak dan kewajiban kedua belah pihak jelas dan terjamin.
Regulasi ini penting agar tidak ada tumpang tindih kepentingan di masa depan dan semua pihak merasa diuntungkan. Selain itu, pemerintah juga diharapkan memberikan pendampingan teknis kepada para petani nanas, terutama dalam hal penyesuaian teknik budidaya nanas di lingkungan perkebunan sawit yang tentu memiliki karakteristik berbeda.
Produksi nanas yang tinggi tidak hanya menjadi kebanggaan lokal, tetapi juga berkontribusi terhadap perekonomian Subang secara keseluruhan, mulai dari peningkatan pendapatan petani, pertumbuhan UMKM olahan nanas, hingga mendukung sektor pariwisata melalui agrowisata.
Untuk itu, menjaga kesinambungan produksi nanas berarti juga menjaga identitas dan daya saing Kabupaten Subang di tingkat nasional.
Ade Patas berharap, usulan kolaborasi ini mendapat perhatian serius dari pihak terkait. Ia optimistis, dengan sinergi yang kuat antara petani, perusahaan perkebunan, dan pemerintah, produksi nanas Subang akan tetap menjadi yang terdepan, meskipun tantangan lahan terus membayangi.
"Subang ini sudah dikenal dengan nanasnya. Jangan sampai karena kita kurang cepat bertindak, Subang kehilangan salah satu ikon besarnya. Mari semua pihak saling bergandengan tangan demi masa depan hortikultura Subang yang lebih baik," tutup Ade.(hdi/ysp)