Leuit, Simbol Ketahanan Pangan dan Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kasepuhan Gelar Alam

Leuit Si Jimat di Kasepuhan Gelar Alam
Oleh : Yulia Enshanty, M.Pd
(Guru Geografi SMA di Kabupaten Sukabumi)
Leuit adalah lumbung padi tradisional khas masyarakat Sunda, khususnya di kalangan masyarakat adat. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil panen berupa padi dalam bentuk gabah, yang dapat bertahan disimpan hingga lima tahun atau lebih tanpa mengalami kerusakan. Namun bagi masyarakat adat, leuit bukan hanya tempat menyimpan hasil tani, melainkan juga simbol ketahanan pangan, kemandirian, dan kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun. Salah satu komunitas yang masih mempertahankan sistem leuit secara utuh hingga saat ini adalah Kasepuhan Gelar Alam, yang berada di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Masyarakat adat Kasepuhan Gelar Alam hidup selaras dengan alam, mengelola hutan, pertanian, dan budaya mereka dengan prinsip keberlanjutan yang tinggi.
Dalam konteks masyarakat adat Kasepuhan Gelar Alam di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, leuit tidak hanya sekadar bangunan penyimpanan padi. Keberadaan leuit menjadi bukti nyata bahwa kearifan lokal mampu menciptakan sistem pangan yang tahan terhadap waktu dan perubahan musim, bahkan tanpa bantuan teknologi modern. Dalam struktur sosial masyarakat adat Kasepuhan, leuit memiliki posisi yang sangat vital. Bangunan ini menjadi penopang utama dalam sistem pangan rumah tangga maupun komunitas. Setiap keluarga idealnya memiliki satu leuit pribadi, selain leuit bersama yang berada di dekat pusat kampung. Ketika musim panen tiba, padi hasil sawah ladang disimpan di dalam leuit, bukan untuk dijual, melainkan sebagai cadangan pangan jangka panjang. Hal ini mencerminkan filosofi masyarakat adat yang lebih menekankan pada kecukupan dan keberlanjutan daripada eksploitasi dan keuntungan ekonomi jangka pendek. Leuit menjadi penyangga dalam situasi darurat seperti gagal panen, bencana alam, atau kesulitan ekonomi. Dalam konteks ini, leuit berfungsi layaknya “bank pangan” yang menjamin kelangsungan hidup komunitas secara kolektif.
BACA JUGA: Pemerintah Daerah Jangan Hanya Audit Pemberian Dana Hibah Saja
Salah satu keunggulan utama leuit terletak pada desainnya yang berbentuk panggung. Struktur ini meninggalkan ruang di bawah bangunan yang berfungsi sebagai jalur sirkulasi udara alami. Celah-celah tersebut memungkinkan angin masuk dan menjaga kelembapan ruang penyimpanan tetap rendah. Dengan suhu yang cenderung hangat dan kering, pertumbuhan jamur, bakteri, dan hama dapat ditekan secara alami. Sistem ini menjadikan leuit sebagai "penghangat alami" yang efektif dalam menjaga kualitas padi hingga lima tahun atau lebih, tanpa perlu bahan pengawet tambahan. Selain itu, desain yang inovatif ini juga mencerminkan pemahaman mendalam masyarakat adat terhadap ekosistem sekitar, menunjukkan betapa pentingnya hubungan harmonis antara manusia dan alam dalam praktik pertanian berkelanjutan.
Ketahanan leuit juga sangat bergantung pada pemilihan bahan bangunan yang tidak sembarangan. Kayu-kayu lokal dipilih dengan mempertimbangkan daya tahan, fungsi ekologis, serta ketersediaan secara berkelanjutan di lingkungan sekitar. Kayu jati dan meranti digunakan karena kekuatan dan ketahanannya terhadap cuaca ekstrem seperti hujan lebat dan panas terik, yang umum terjadi di wilayah pegunungan tropis. Kayu kamper, yang mengeluarkan aroma khas, dipercaya mampu mengusir serangga seperti kutu beras dan ngengat, yang dapat merusak padi selama masa penyimpanan. Sementara itu, kayu kulim yang memiliki ketahanan tinggi terhadap kelembapan sangat efektif dalam mencegah pembusukan dan serangan jamur, terutama saat musim hujan yang lembap. Selain itu, teknik penyambungan dan penguncian antarkayu dilakukan secara presisi tanpa menggunakan paku logam, melainkan pasak kayu, yang membuat struktur lebih tahan lama dan ramah lingkungan. Kombinasi bahan-bahan ini tidak hanya memperpanjang umur simpan padi, tetapi juga mencerminkan hubungan harmonis antara manusia dan alam, serta menunjukkan pengetahuan lokal yang mendalam dalam hal teknik bangunan dan konservasi sumber daya.
Meski memiliki fungsi utama sebagai lumbung, leuit juga merepresentasikan nilai-nilai estetika dan identitas budaya masyarakat adat. Desainnya disesuaikan dengan kontur tanah dan kondisi iklim lokal, memperlihatkan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan. Ornamen dan bentuk bangunannya memperlihatkan ciri khas arsitektur tradisional, menjadikan leuit sebagai bagian dari warisan budaya yang terus hidup dalam keseharian masyarakat adat, tidak hanya sebagai tempat menyimpan padi, tetapi juga sebagai penanda jati diri, nilai-nilai leluhur, dan rasa kebersamaan dalam komunitas. Selain itu, keberadaan leuit memperkuat semangat kolektivitas, di mana setiap anggota masyarakat memiliki peran dalam menjaga dan merawat lumbung ini, sehingga mempererat ikatan sosial antarwarga.
Dalam dunia yang semakin menghadapi tantangan krisis pangan dan perubahan iklim, leuit menjadi simbol penting dari solusi yang berakar pada lokalitas. Ia menunjukkan bahwa teknologi tradisional ketika dikembangkan dengan pengetahuan dan rasa hormat terhadap alam, dapat menghasilkan sistem penyimpanan pangan yang efisien, ramah lingkungan, dan tahan lama. Lebih dari itu, leuit adalah wujud dari cara hidup masyarakat Kasepuhan yang menjunjung prinsip keberlanjutan dan kemandirian. Leuit adalah warisan budaya sekaligus solusi ekologis. Ia mengajarkan bahwa teknologi tinggi bukan satu-satunya jalan menuju ketahanan pangan. Justru, dalam banyak hal, teknologi tradisional yang berbasis kearifan lokal lebih relevan dan adaptif terhadap tantangan zaman. Masyarakat adat Kasepuhan Gelar Alam telah membuktikan bahwa harmoni dengan alam, kesederhanaan, dan nilai kolektif dapat menciptakan sistem pangan yang tangguh. Dalam bayang-bayang krisis global, leuit berdiri tegak sebagai pengingat bahwa masa depan bisa berakar pada masa lalu, jika kita bersedia belajar dari kebijaksanaan nenek moyang.(*)
BACA JUGA: Pojokan 252: Hidup QRIS!!!!!