Pojokan 252: Hidup QRIS!!!!!

Kang Marbawi.
Ah, ternyata bukan kekuatan nuklir atau ketakutan tak dapat jatah konsesi tambang yang ditakutkan Presiden Trump. Soal konsensi tambang, sejak tahun 1967 hingga sekarang, mereka telah menikmati, tanpa gangguang. Pokoknya aman, damai sejahteran dan sentosa.
Justru “si anak bawang” yang membuat ketar-ketir Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR). Kemasygulan USTR disematkan dalam laporan National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barries 2025. Laporan yang menyebutkan hambatan perdagangan di Indonesia ini, bisa jadi menggunakan kaca mata sepihak untuk kepentingan nasional Amerika.
Salah satu hal yang membuat galau USTR seperti ditulis dalam laporannya, adalah “si anak bawang” layanan pembayaran digital QRIS, Quick Response Code Indonesia Standard. Layanan pembayaran digital yang masih “bau kencur” ini mengusik ketenangan singgasana raksasa Master Card dan Visa di Amerika sana.
Walau masih “kemarin sore”, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso mendeklarasikan jumlah nominal transaksi layanan QRIS mencapai Rp80,88 triliun sepanjang Januari 2025. Bank Indonesia juga mencatat hingga triwulan I 2025 pengguna QRIS mencapai 56,3 juta merchant dengan 2,6 miliar transaksi dan di dominasi UMKM sebanyak 38,1 juta. Angka tersebut melampaui pertumbuhan layanan pembayaran digital lainnya.
BACA JUGA: Pembelajaran Matematika Berbasis Budaya
Kode transaksi digital berbentuk sekumpulan gambar pixel tak beraturan, yang jika diperhatikan kadang seperti siluet orang nongkrong atau binatang dan serba tak jelas ini, bisa mencakup Alamat URL website, nomor kontak handphone, nomor rekening bank, dengan ketentuan maksimal 4.000 sampai 7.000 karakter.
Kode QR sendiri dikembangkan tahun 1994 oleh Masahiro Hara, seorang insinyur di perusahaan otomotif Denso Wave Jepang, adalah orang yang pertama kali mengembangkan kode QR. QR merupakan pengembangan dari bar code yang hanya bisa menampung 20 karakter.
QRIS yang dirilis tepat di Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 RI pada Sabtu, 17 Agustus 2019, oleh Bank Indonesia ini, asli produk Indonesia dalam sistem layanan pembayaran digital. Tujuannya agar proses transaksi pembayaran secara domestik dapat lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya, sesuai standar Europay, Mastercard, dan Visa (EMVCo). EMVCo sendiri merupakan lembaga yang mengelola dan menetapkan ketentuan internasional terhadap kode QR.
Tidak seperti Visa atau Master Card yang hanya dimiliki kalangan tertentu. QRIS bisa dinikmati dan digunakan siapapun. Tanpa perlu repot gesek, cukup pindai QR code, selesai traksaksi. Simple dan mudah deh. Selaras dengan moto QRIS, UNGGUL (Universal, GampanG, Untung dan Langsung).
BACA JUGA: Pesona Sikembang Glamping, Wonosobo dalam Kajian Geografi
Pantas saja, dengan QRIS, pedagang cilok -aci colok, yang saya beli, tak perlu repot menghitung kembalian yang kadang memusingkan karena tak tersedia recehan. Dia hanya menunjukkan gambar QR di kertas laminating yang ditempel di salah satu sisi gerobaknya.
QRIS adalah bentuk hadirnya negara dalam kedaulatan pembayaran digital dan menjadi pilar kedaulatan nasional. QRIS menjadikan negara mampu mengontrol infrastruktur layanan pembayaran digital. Khususnya dalam hal teknologi dan pengamanan data agar tak selalu berada di bawah bayang-bayang platform global.
QRIS adalah kemandirian dan kedaulatan negara. QRIS adalah perlawanan tanpa konfrontasi terbuka terhadap hegemoni ekonomi global, dari warung kopi, pedagang cilok, seblak, cilor -aci telor, pasar tradisional, hingga platform e-commerce nasional.
Jadi mari gunakan QRIS dimanapun kita bertransaksi. Tapi jangan lupa isi dulu penampung rekening digitalnya. Sebab QRIS tak bisa ngutang! HIDUP QRIS !!!!! (Kang Marbawi, 110525)