Bukan 'Paduan Suara', Fraksi Gerindra dan NasDem Beri Catatan Kritis terhadap Perubahan APBD Subang

SUBANG-Dua fraksi di DPRD Subang tak menelan mentah-mentah rencana perubahan APBD tahun 2025 yang diusulkan oleh bupati. Mereka tengah menjalankan marwahnya, mengoreksi rencana-rencana kebijakan anggaran pemerintah.
Fraksi Gerindra dan NasDem tidak seketika menjadi anggota 'paduan suara', yang langsung satu suara mengiyakan rencana-rencana pemerintah.
Dua partai itu memberikan catatan kritis terhadap rencana perubahan APBD tahun 2025. Catatan kritis dari Gerindra yang memiliki 8 kursi dan NasDem 7 kursi itu disampaikan dalam sidang paripurna, Rabu (30/7/2025).
Ketua Fraksi Gerindra, Yayang Ari Wijaya menegaskan, APBD bukan sekadar angka, melainkan cerminan arah pemerintahan. Fraksi Gerindra membuka pandangan umum mereka dengan menegaskan pentingnya suara rakyat dalam pengambilan kebijakan daerah.
BACA JUGA: Kemenag Purwakarta Sebut Pesantren Terjadinya Kasus Pencabulan Tak Berizin
“Kalau DPRD saja tidak didengar, bagaimana mungkin suara rakyat akan sampai?” ujar Yayang merespon Nota Pengantar Bupati atas Rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Fraksi Gerindra mencatat adanya peningkatan target pendapatan daerah dari Rp2,905 triliun menjadi Rp3,128 triliun. Namun, mereka mengingatkan, peningkatan ini tidak boleh dibebankan pada sektor kecil dan informal.
“Kami mendorong agar peningkatan PAD berasal dari digitalisasi layanan perpajakan, perluasan basis pajak baru, serta optimalisasi aset daerah dan BUMD,” tegas Yayang.
Fraksi Gerindra juga menekankan pentingnya mengurangi ketergantungan terhadap dana transfer pusat, dengan menegakkan prinsip kemandirian fiskal sebagai pilar pembangunan daerah.
BACA JUGA: Pertanyaan-pertanyaan Penting Anggota DPRD untuk Disnakertrans Subang
Dalam aspek belanja, APBD Perubahan 2025 naik menjadi Rp3,2 triliun dari semula Rp3 triliun. Gerindra meminta agar lonjakan belanja modal yang cukup signifikan tidak terjebak pada kegiatan seremonial atau proyek simbolik yang tidak menyentuh kebutuhan rakyat.
“Kami minta prioritas belanja diarahkan pada infrastruktur dasar, pemerataan antarwilayah, dan kegiatan berbasis outcome,” ujarnya.
Fraksi Gerindra juga menolak manuver anggaran yang menjadikan SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) sebagai “tabungan terselubung”.
Mereka menilai peningkatan SILPA hingga Rp174,27 miliar atau naik 73% sebagai bentuk perencanaan yang lemah atau disengaja agar bisa dimanfaatkan untuk proyek yang tidak disampaikan sejak awal.
Gerindra juga menyoroti tiga sektor penting yakni, pertanian, pendidikan, dan industri.
Dari sisi pertanian, meski Subang dikenal sebagai lumbung pangan, nyatanya masih dihadapkan pada kelangkaan pupuk, harga panen rendah, dan lemahnya jaminan pasar. Gerindra mendorong APBD mengalokasikan anggaran pada irigasi, benih unggul, dan offtaker harga.
Kemudian, pendidikan juga dinilai belum memadai. Banyak sekolah rusak dan ketimpangan kualitas guru. Fraksi meminta rehabilitasi sekolah di pelosok dan peningkatan kapasitas guru, bukan sekadar tunjangan struktural.
Industri, lanjut Yayang, harus menjadi lokomotif PAD dan kesejahteraan masyarakat lokal. Mereka menolak jika Subang hanya dijadikan lokasi produksi murah tanpa dampak nyata bagi warga sekitar.