Alih Fungsi Lahan Pertanian Berubah Jadi Galian, Pelaku UMKM Subang Kesulitan Mendapatkan Nanas

Alih Fungsi Lahan Pertanian Berubah Jadi Galian, Pelaku UMKM Subang Kesulitan Mendapatkan Nanas

KESULITAN: Ketua UMKM Subang Ade Patas mengaku kesulitan mendapatkan nanas akhir-akhir ini. Hadi Martadinata/Pasusundan Ekpsres

SUBANG–Produktivitas buah nanas, yang selama ini menjadi ikon dan kebanggaan Kabupaten Subang, kini mengalami penurunan. Hal ini dirasakan langsung oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Ade Patas, yang menggantungkan usahanya pada komoditas tropis tersebut.

Pelaku UMKM yang telah naik kelas dan dikenal sebagai pemilik pusat oleh-oleh serba nanas “Alam Sari”. Usaha yang ia rintis sejak lama kini menghadapi tantangan akibat menurunnya pasokan bahan baku utama, yakni buah nanas.

“Sangat sulit (mendapatkan nanas), bahkan saya harus mencari hingga ke Cikopo, Cikampek,” ujar Ade kepada Pasundan Ekspres pada Minggu (18/7/2025).

Menurutnya, kebutuhan nanas untuk mendukung produksi oleh-oleh khas Subang bisa mencapai 5 kuintal per siklus produksi. 

BACA JUGA: Fosil Prasejarah Ditemukan Kembali di Perbukitan Ranggawulung Subang

Namun, sejak bulan Maret 2025 lalu, pasokan hanya tersedia sekitar 50 kilogram saja. Kondisi ini membuat proses produksi terganggu dan berisiko menghentikan operasional usaha.

“Penurunan sekarang sangat drastis, bisa sampai 40 persen, ini tidak biasanya,” ungkapnya prihatin.

Ade menduga penyebab utama dari kelangkaan buah nanas ini adalah alih fungsi lahan pertanian nanas yang semakin marak terjadi, khususnya di wilayah Kecamatan Jalancagak. 

Ia menjelaskan sejak tahun 2007, banyak lahan yang sebelumnya ditanami nanas, mulai beralih menjadi kebun kelapa sawit dan lahan galian.

BACA JUGA: DPRD Subang Dorong Percepatan Pembangunan Kawasan Industri

“Konversi lahan ini sudah lama terjadi dan semakin masif. Bahkan beberapa area yang dulunya jadi sentra nanas, sekarang jadi tambang galian atau kebun sawit. Ini sangat menyulitkan kami sebagai pelaku usaha,” tegasnya.

Konversi lahan ini bukan hanya berdampak pada sektor pertanian dan pasokan bahan baku, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidup dari nanas.

Tak hanya terkendala pada pasokan, Ade juga mengeluhkan turunnya penjualan produk olahan nanas yang selama ini menjadi andalan pusat oleh-oleh miliknya. 

Ia mengatakan, salah satu dampak besar yang dirasakannya adalah sejak adanya larangan study tour sekolah oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

“Biasanya produk kami dibeli oleh wisatawan, terutama rombongan study tour sekolah. Tapi sejak dilarang, penjualan jadi sangat menurun,” jelas Ade.

Produk-produk unggulan seperti sirup nanas, keripik nanas, wajik, dodol nanas, dan olahan lainnya selama ini dipasarkan dengan cara dititipkan di hotel, restoran, atau kios oleh-oleh di sepanjang jalur wisata Subang. Tanpa kehadiran wisatawan pelajar, omzet usahanya mengalami penurunan yang signifikan.

Ade Patas berharap pemerintah daerah, khususnya Dinas Pertanian dan Dinas UMKM Kabupaten Subang, segera turun tangan menangani masalah ini. Ia menekankan pentingnya perlindungan lahan pertanian nanas dan keberlanjutan rantai pasok bahan baku bagi pelaku UMKM.

“Subang ini dikenal sebagai kota nanas. Tapi kalau bahan bakunya tidak tersedia, dan promosi wisata juga menurun, gimana kedepannya?,” pungkasnya.


Berita Terkini