Headline

Ketua UMKM Ade Patas Subang Dorong Kebijakan Study Tour dalam Kota

Ketua UMKM Subang, Ade Patas
DUKUNGAN: Ketua UMKM Subang, Ade Patas mendukung kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang melarang kegiatan study tour pelajar ke luar kota.

SUBANG-Ketua UMKM Subang, Ade Patas, secara tegas menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang melarang kegiatan study tour pelajar ke luar kota.

Dalam keterangannya, Ade Patas menyebut  larangan tersebut bukan hanya langkah tepat dalam efisiensi biaya pendidikan, tetapi juga menjadi peluang besar untuk menggairahkan sektor ekonomi lokal, khususnya sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta sektor pariwisata Subang.

Menurut Ade, selama ini kegiatan study tour kerap menjadi beban tambahan bagi para orang tua siswa karena biayanya yang cukup tinggi. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan study tour ke luar kota, seperti ke Yogyakarta atau yang lain, bisa mencapai jutaan rupiah per siswa.

Hal ini tidak hanya membebani keuangan orang tua, tetapi juga menciptakan kesenjangan sosial di antara siswa, karena tidak semua siswa mampu untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.

“Saya sangat mendukung kebijakan Gubernur Jawa Barat soal larangan study tour ke luar kota. Saya melihat ini sebagai solusi agar tidak terlalu membebani para orang tua. Kegiatan seperti itu tidak perlu mahal, tidak harus ke luar kota,” ujarnya saat ditemui, Kamis (17/4/2025). 

Lebih lanjut, Ade menekankan bahwa Kabupaten Subang memiliki kekayaan budaya dan potensi wisata yang sangat besar, yang sebenarnya bisa dijadikan sebagai alternatif lokasi kegiatan study tour.

Dari sisi budaya, kuliner, hingga destinasi wisata alam, Subang memiliki banyak tempat menarik yang belum tentu dikenal oleh masyarakat lokal sendiri, apalagi oleh generasi muda.

“Budaya dan keindahan alam Subang juga sangat kaya. Jadi bagus kalau study tour diadakan di dalam kota. Anak-anak bisa lebih mengenal berbagai produk UMKM lokal, tempat wisata, serta budaya daerah sendiri. Tidak perlu ke Jogja atau kota lainnya untuk belajar hal baru,” tambahnya.

Menurut Ade, biaya study tour di dalam kota pun jauh lebih terjangkau. Ia memperkirakan kegiatan semacam itu hanya akan menghabiskan biaya maksimal sekitar Rp400 ribu per siswa, atau bahkan bisa lebih murah tergantung dari rute dan jenis kegiatan yang dipilih. Angka ini jauh di bawah biaya study tour ke luar kota yang bisa menembus angka jutaan rupiah.

Untuk mendukung penuh kebijakan ini, Ade mengaku telah merancang berbagai program dan kegiatan yang bertujuan untuk membangun ekosistem wisata edukatif dalam kota. Ia sudah menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Subang, dalam merancang destinasi wisata edukatif yang menarik bagi pelajar.

“Saya sudah berkolaborasi dengan ketua PHRI dan pihak lainnya. Kita merancang konsep wisata edukatif berbasis wilayah. Misalnya, untuk wilayah Subang selatan, anak-anak sekolah bisa diajak mengunjungi pabrik teh, kemudian dilanjutkan ke UKM pengolahan nanas, dan ditutup dengan wisata ke kebun kopi Bukanagara,” jelas Ade.

Konsep ini tidak hanya memberikan pengalaman edukatif kepada siswa, tapi juga membuka peluang bagi pelaku UMKM lokal untuk memperkenalkan produknya secara langsung kepada generasi muda. Dengan begitu, diharapkan akan tumbuh rasa cinta terhadap produk lokal dan keinginan untuk ikut mengembangkan potensi daerahnya sendiri.

Ia juga menyebutkan beberapa lokasi lain yang sudah masuk dalam daftar destinasi edukasi dan wisata lokal. Jika sekolah menginginkan kegiatan yang bersifat menginap atau melibatkan kegiatan luar ruangan seperti outbond, pihaknya merekomendasikan Villa Sari Alam, Villa Sari Ater, dan yang lainnya sebagai salah satu lokasi ideal untuk kegiatan tersebut.

“Kalau kegiatannya mau nginep dan ada outbond, bisa langsung ke Villa Sari Alam, Villa Sari ater dan yang lainnya. Itu tempatnya nyaman, cocok buat anak-anak sekolah,” ujarnya.

Meski sudah memiliki konsep dan rencana yang cukup matang, Ade menggarisbawahi pentingnya dukungan dari pemerintah daerah untuk mewujudkan program ini secara optimal. Menurutnya, pemerintah memiliki peran vital dalam memfasilitasi dan mempromosikan program wisata edukasi lokal ini agar dapat berjalan berkesinambungan.

“Untuk mewujudkan semua ini, kami butuh dorongan dari pemerintah. Jika semua pihak bersinergi, saya yakin ekonomi di Subang bisa bangkit, UMKM berkembang, dan pariwisata jadi lebih hidup,” katanya.

Ia juga menyarankan agar dinas pendidikan di Subang turut ambil bagian dalam mendukung pelaksanaan kebijakan ini. Salah satunya dengan mengeluarkan surat edaran yang mendukung pelaksanaan study tour di dalam kota dan melarang pelaksanaan di luar daerah, kecuali untuk kegiatan khusus yang sangat dibutuhkan.

“Kalau sudah ada surat resmi dari Dinas Pendidikan, sekolah-sekolah juga akan lebih mudah mengikuti arahan. Dan para pelaku UMKM serta pariwisata juga bisa menyiapkan diri dengan lebih baik,” tambahnya.

Kabupaten Subang memang dikenal memiliki potensi wisata yang sangat besar, baik dari segi alam, budaya, maupun industri lokal. Daerah ini memiliki berbagai destinasi yang sangat layak dijadikan tujuan wisata edukasi, seperti PTPN VIII Ciater (pabrik teh), sentra pengolahan nanas di daerah Jalancagak, hingga kawasan agrowisata kopi di Bukanagara, Subang selatan.

Selain itu, keberadaan berbagai UKM kreatif seperti pengrajin bambu, batik Subang, dan kuliner khas juga menjadikan wilayah ini sebagai tempat ideal untuk memperkenalkan potensi lokal kepada para pelajar. Kegiatan seperti workshop membuat kerajinan, kunjungan ke tempat produksi, hingga pengalaman langsung memetik kopi atau teh bisa menjadi bagian dari kurikulum non-formal yang mendidik dan menyenangkan.

Kebijakan larangan study tour ke luar kota yang dilontarkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, nyatanya membuka peluang besar bagi daerah-daerah seperti Subang untuk lebih mandiri dan kreatif dalam membangun sektor ekonomi dan pendidikan.(hdi/ysp) 

Terkini Lainnya

Lihat Semua